Tuesday, February 26, 2019

I Wish I Knew: What & What Not to Buy

Pada post kali ini, saya akan membahas hal-hal yang saya harap saya ketahui ketika mempersiapkan kelahiran dulu. Kalau saya belajar dari kesalahan saya dulu, para pembaca bisa belajar dari kesalahan saya saja ya... Hahaha
Saya harap post ini membantu untuk calon ibu lain supaya tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti yang saya buat dulu. Tapi perlu saya ingatkan lagi, kebijakan dan pola asuh tiap ibu dapat berbeda, oleh karena itu anda dapat menyikapi tulisan saya dengan bijak. Bila bermanfaat silakan diterapkan, kalaupun tidak cocok bisa diabaikan saja :)

Jadi dulu waktu persiapan kelahiran si buah hati, saya berbelanja berbagai peralatan dan keperluan bayi. Bersamaan dengan mertua dan ibu saya yang excited banget, sampai beli banyak barang walaupun saya sebenarnya tidak minta apa-apa. Saya sendiri juga belanja beberapa barang, tanpa pengalaman apa-apa mengenai perawatan bayi (maklum karena baru anak pertama). Oleh karena itu, ada beberapa barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, atau sebenarnya butuh tapi membeli jenis yang kurang tepat.

Berikut ini adalah list keperluan bayi yang menurut saya penting sekali dan kurang penting, seperti:

1. Box Bayi: Kayu vs. Portable
Dulu saya kira, box bayi itu penting karena sebagai tempat bayi tidur. Tapi kenyataannya, ketika bayi saya lahir, saya yang menyusui secara eksklusif lebih suka tidur satu ranjang bersama bayi saya (co-sleeping). Kalau bayi menangis, tinggal disusui saja.
Tapi hal tersebut bisa saya lakukan karena saya termasuk orang yang diam ketika tidur, tidak berputar atau menendang, atau bahkan berguling. Jadi saya masih merasa aman ketika tidur bersama bayi.

Kemudian saya berpikir, mungkin masih bisa berguna untuk bayi ketika tidur siang, atau ketika agak besar nanti supaya bisa tidur sendiri. Memang, ternyata cukup berguna ketika bayi masih berumur 0-4 bulan, sebagai tempat tidur siangnya. Namun selain itu, box bayi itu tidak terpakai. Apalagi bayi gampang terbangun ketika diletakkan di ranjang, jadi ketika menidurkan bayi harus sambil disusui. Setelah anak saya agak besar (kira-kira 1 tahun), dia justru tidak mau tidur sendiri karena sudah terbiasa tidur bersama orang tuanya. Saya juga diberitahu perawat kalau tidur bersama itu meningkatkan bonding dengan bayi.

Alhasil, box bayi dari kayu yang berat dan memakan banyak space itu hampir tidak pernah terpakai, hingga akhirnya dibongkar dan dimasukkan gudang.

Box Bayi Portable Nuna

Nah setelah itu saya baru tahu kalau sekarang ada box bayi yang portable, dan sekarang sudah bermacam-macam model dan merknya. Box itu bisa dijadikan box bayi ketika baru lahir, dan bisa dibuat tempat tidur atau bermain ketika bayi sudah agak besar (bagian alasnya bisa diturunkan ke dasar). Bahkan bisa dibawa keluar kota karena gampang melipatnya. Selain harganya jauh lebih murah daripada box bayi yang kayu, box ini mudah dibawa-bawa, dan tetap kuat karena rangkanya dari besi.


2. Alat Steril: Uap, UV, atau Uap kering
Alat Steril Uap

Alat Steril UV
Dulu saya kira alat steril peralatan bayi itu ya semacam alat uap, atau bisa juga direbus di air mendidih. Tapi setelah ada alat steril uap, justru saya dibelikan lagi alat steril yang menggunakan UV, seperti Upang. Selain bisa mensterilkan, Upang juga bisa mengeringkan sisa-sisa air di peralatan bayi setelah dicuci. Alhasil, alat steril uap itu tidak lagi dipakai karena cukup ribet, harus diisi air dulu, dan setelahnya harus dikeringkan lagi dengan tisu. Sedangkan dengan alat steril UV, cukup dicuci dengan sabun cuci piring khusus bayi, kemudian (kalau saya) diciprat-ciprat hingga sisa tetes air yang kecil-kecil, langsung dimasukkan dan pencet tombol.


Alat Steril Uap Kering

Setelah itu beberapa lama kemudian, mertua saya (yang dulu hobi lihat-lihat peralatan bayi) lihat alat steril merk Panasonic, yaitu Dsterile, yang bisa mengeringkan dan mensterilkan, dan bisa memuat banyak peralatan. Berbeda dengan Upang, Dsterile ini menggunakan uap kering. Akhirnya alat inilah yang terpakai hingga anak saya besar, karena sekalian sebagai tempat menyimpan peralatan makannya (piring, mangkuk, gelas, botol minum, sendok garpu, dll).

3. Stroller
Alat ini memang alat yang wajib punya, karena berguna sekali. Selain untuk membawa bayi jalan-jalan, bisa juga untuk tempat menjemur bayi ketika pagi, dan tempat tidur bayi ketika di mall. Apalagi ketika bayi sudah besar dan berat, dan badan sudah mulai pegel-pegel, maka stroller adalah penyelamat.

Einhill Armadillo
Stroller pertama adalah pemberian mertua saya, yang dibeli berdasarkan rekomendasi dari SPG di toko bayi. Memang, stroller ini ringan dan gampang untuk melipat dan membukanya. Desainnya juga bagus karena simple dan ergonomis. Tapi setelah dipakai, ternyata cukup menyulitkan karena memasang sabuknya cukup susah, apalagi di bagian depannya tidak ada penghalang di antara kaki, jadi kalau sabuk tidak dipasang, tidak ada yang mencegah anak "merosot" ke bawah.

Ternyata keluarga besar saya menghadiahi stroller  juga, tapi beda model. Stroller ini rodanya lebih besar, lebih berat, tapi terlihat lebih aman karena kokoh.
Stroller Babyelle
Nah sebenarnya saya juga lupa tipe strollernya apa, tapi yang jelas itu merk Babyelle dan mirip-mirip seperti foto di atas. Bedanya cuma di tengahnya ada pembatas di selangkangan yang nyambung ke gagang pegangan itu. Menurut saya stroller ini lebih enak buat anak bayi, karena nggak perlu lepas pasang sabuk. Terutama anak bayi yang masih belum bisa umek-umek. Rangkanya lebih kokoh juga. Tapi jauh lebih berat daripada Babyelle.

4. Food Processor
Benda satu ini memang penting-nggak penting untuk persiapan MPASI. Karena termakan iklan dari SPG-nya toko bayi, maka saya memutuskan untuk beli food processor merk Babymoov. Yang ini nih tepatnya:


Babymoov Food Processor

Jadi food processor ini diklaim cepat dan praktis, bisa untuk blender dan mengukus secara bersamaan. Memang kalau baru mulai MPASI, bayi harus dikenalkan dari tekstur yang paling lembut (bukan cair ya), jadi perlu blender, dan kemudian diproses dengan cara dikukus. Atau bisa juga dikukus kemudian diblender.
Yang dulu saya tidak tahu, adalah kalau porsi makan bayi kan sedikit, jadi blendernya tidak bisa jalan (karena isinya loncat dan menempel di pinggir-pinggir). Saya juga sudah coba membuat porsi banyak kemudian dibekukan di freezer, jadi kalau mau diberikan tinggal dikukus kembali. Tapi kok kasihan sama bayi saya, toh saya juga bukan ibu bekerja jadi punya waktu untuk masak. Selain itu pisau dan mesin blendernya juga tidak cukup kuat, kalah dengan merk-merk lain yang terkenal. Memang, tujuannya kan untuk makanan bayi. Tapi ternyata juga tidak terpakai kalau porsinya terlalu kecil.........
Jadi..... blender itu tidak terpakai, dan saya sedih sekali sudah beli yang merk ini. Saya malah pakai blender yang biasa untuk bumbu milik keluarga, karena tempatnya kecil dan bisa melumatkan sampai benar-benar halus (tapi itu blender baru jadi bukan bekas bumbu-bumbu loh).
Kalau kukusannya masih terpakai ya, bahkan sampai sekarang anak saya umur 2,5 tahun. Karena sangat simple dan ada timer-nya jadi bisa mati sendiri, daripada pakai dandang yang besar. Sialnya, kukusan itu tidak bisa menyala kalau tidak ada bagian blendernya (karena ada sambungannya di tengah), jadi blendernya tetap ada di meja dapur dan "menuh-menuhin" tempat.

5. Teether
Dulu saya kira-kira sudah beli lebih dari 5 teether, mulai merk Sophie jerapah (yang mahalll), terus yang ada suara krincing-krincingnya, yang dari kain, yang modelnya lucu, dll, dan ternyata semuanya tidak terpakai.
Kenapa bisa banyak banget? Jadi saya beli satu, ternyata anak saya nggak mau. Karena kasihan lihat dia masukin tangannya ke mulut terus, akhirnya saya coba beli model lain. Ternyata nggak mau juga. Terus beli model lain lagi.... Begitu terus sampai saya koleksi banyak, baru saya pasrah kalau mungkin dia memang nggak suka pakai teether. Dan untungnya dia tidak suka memasukkan barang-barang asing ke dalam mulut selain tangannya.


Nah jadi itu dia 5 hal yang menurut saya penting untuk dibagikan, karena siapa tahu ada ibu-ibu lain yang punya pemikiran sama dengan saya, supaya tidak beli barang-barang yang akhirnya tidak terpakai.
Mungkin para pembaca punya pengalaman terlanjur beli barang untuk anak dan akhirnya tidak terpakai? Boleh dong sharing di komentar, atau ngobrol dengan saya di email langsung, silakan :)

Requested Topic: Mengatasi BAPILNAS Tanpa Obat Kimia?

Halo ibu-ibu semuanyaaa... Maaf ya karena saya lama tidak menulis di blog ini, karena akhir-akhir ini rasanya capek dan sibuk dengan kerjaan...